AREK MESIN

Total Tayangan Halaman

Senin, 23 Mei 2016

LifeStraw, Alat Sederhana yang Dapat Menyelamatkan Dunia


LifeStraw

Salah satu masalah global yang perlu menjadi perhatian adalah krisis air bersih. Kurang dari 1% jumlah air di Bumi yang dapat dikonsumsi makhluk hidup. Jumlah sumber daya alam yang terbatas ini pun kian tertekan oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di dunia.
Sebanyak 99% lebih jumlah air di Bumi adalah air asin atau beku yang tidak bisa digunakan untuk minum, mandi, atau menyirami tanaman. Forum Ekonomi Dunia menempatkan isu krisis air pada posisi nomor satu sebagai tantangan global yang akan dihadapi dalam satu dekade mendatang.
Saat ini, 1 dari 10 penduduk dunia tidak memiliki akses ke air bersih. Dan 1 dari 3 penduduk dunia tidak mendapat akses toilet. Padahal, akses air bersih dan sanitasi menjadi mata rantai utama untuk mendapatkan kesehatan yang baik. Kesehatan menjadi cikal bakal bagi seseorang untuk dapat memperoleh pendidikan, perbaikan ekonomi dan kesejahteraan hidup.
Ironisnya, data dari Water.org menyebutkan, lebih banyak orang yang memiliki sebuah ponsel ketimbang akses toilet. Hal ini terjadi ketika akses informasi dunia semudah menggeserkan jari di layar ponsel. Sementara itu, masih banyak warga dunia yang berjuang untuk mendapatkan air demi hidup.
Persaingan antara sumber daya air dan kehidupan terus berlanjut. Lahan hijau yang berguna sebagai konservator air bersih sebagai lahan permukiman. Demi nama pembangunan dan kemajuan industri, berbagai lahan hijau pun tersapu bersih. Sebagai contoh, 55% sungai di Tiongkok hilang dalam waktu 20 tahun terakhir karena digunakan untuk kebutuhan industri.
Oleh karena itu, hati pun waswas akan banjir ketika hujan turun deras hampir setiap hari. Kala musim kemarau tiba, hati waswas karena kesulitan air. Fenomena ini juga terjadi di depan mata. Dalam triwulan pertama 2016 ini, tercatat beberapa wilayah di Indonesia terkena banjir. Pada Selasa (15/3), harian Kompas mencatat banjir terjadi di Bandung, Jawa Barat; Ketapang, Kalimantan Barat; DI Yogyakarta; Ende, Nusa Tenggara Timur; dan di Pangkalan Koto Baru, Sumatera Barat.
Ironisnya, masyarakat di Kalimantan Timur, justru mengalami krisis air dengan terus menyusutnya sumber utama air baku Perusahaan Daerah Air Minum Balikpapan. Diperkirakan akan habis dalam dua pekan. Hanya hujan deras yang masuk ke waduk untuk bisa kembali mengisi waduk. DKI Jakarta, sang Ibu Kota pun dalam kondisi kritis. Sebagian besar air tanah sudah tidak memenuhi standar kualitas air minum.
Peringatan Hari Air Sedunia tiap 22 Maret mengingatkan kembali fenomena krisis air yang mengglobal. Tanpa ada perubahan nyata, baik dalam perilaku sehari-hari maupun dunia industri dengan kebijakan pemerintah yang tepat, pada 2030 kebutuhan air akan lebih besar 40% dari jumlah yang tersedia.
Penggunaan air ini tidak hanya menghitung dari konsumsi air yang terlihat secara nyata, tetapi juga yang tidak terlihat. Nyatanya sekitar 95% penggunaan air sehari-hari itu tidak terlihat secara langsung.
Lebih dari dua juta orang di negara-negara berkembang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang terkait dengan air yang tak memenuhi syarat kesehatan. Bencana ini disebabkan banyak hal yang saling terkait. Pertumbuhan ekonomi global, tekanan populasi dan berkembangnya kota-kota megapolitan, semuanya mendorong penggunaan air sampai ke angka rekor. Mexico City, Jakarta dan Bangkok, misalnya, menghabiskan persediaan air bawah tanahnya -sebagian tak bisa diperbaharui- pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di Beijing, yang dihuni 16 juta jiwa, permukaan air bawah tanah turun lebih dari 12 meter dalam 30 tahun terakhir. Hal ini memaksa pemerintah untuk mengalokasikan dana triliunan Dollar untuk merealisasikan rencana menyeberangkan air dari Sungai Yangtze di selatan Cina ke wilayah utara yang kering.
Persoalan kekurangan air masih ditambah masalah patogen dan polusi kimia yang mengubah banyak sumber utama air di negara-negara berkembang menjadi sarang penyakit. Keputusasaan mendorong penduduk setempat untuk tetap mengkonsumsi air yang terkontaminasi. Dalam dekade-dekade mendatang, kelangkaan air bersih akan menjadi kata kunci yang mendorong berbagai aksi, mulai dari migrasi penduduk secara besar-besaran hingga perang, kecuali ditemukan cara untuk menyediakan air bersih. Demikian komentar sebuah tim peneliti dalam artikel mengenai teknologi penyulingan air dalam jurnal Inggris 'Nature'.
Indikator krisis air bersih dapat dilihat dari beberapa fakta sebagai berikut :
·         World water Forum di Den Haag pada maret 2000 sudah memprediksikan Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada tahun 2025. Penyebabnya adalah Kelemahan dalam pengelolaan air salah satu diantaranya pemakaian air yang tidak efisien.
·         Derajat kelangkaan air semakin meningkat. sementara pertumbuhan penduduk kian pesat disertakan pemborosan penggunaan air yang berlebihan menyertakan penurunan terhadap kuantitas air sendiri
·         Tak jarang adanya masyarakat yang memanfaatkan air bawah permukaan (Ground Water) dengan menggunakan pompa dan tidak memikirkan dampak penurunan tinggi muka air bawah permukaan dan instrus air laut
·         Banyak petani yang tidak menghemat air irigasi disaat tersedianya stock air yang melebihi pada musim penghujan , sehingga kekeringan pada musim kemarau.
·         Sumber daya air mengalami banyak tekanan yang berimbas pada makin buruknya kualitas. Salah satu penyebabnya pencemaran limbah ke sungai dan danau yang biasa digunakan masyarakt untuk kegiatan rumah tangga sehari-hari.

Dalam dekade ini telah banyak sekali ditemukan inovasi-inovasi maupun teknologi untuk mengatasi masalah krisis air bersih. Namun tak jarang teknologi-teknologi tersebut terbandrol biaya yang relatif mahal bagi kebanyakan negara miskin dan berkembang dengan isu krisis air bersih yang harus segera dituntaskan. Dibutuhkan sebuah inovasi teknologi yang mampu mengatasi krisis air bersih dengan metode yang simpel dan harga yang terjangkau.
Dan semua itu adalah LifeStraw. Berbentuk seperti sedotan biasa, LifeStraw kelihatan sederhana namun manfaatnya bagi mereka yang kekurangan air bersih sangatlah besar. Dengan LifeStraw air yang kotor dapat langsung diminum, namun tidak menyebabkan orang yang meminumnya menjadi sakit.
LifeStraw adalah filter air yang dirancang oleh Vestergaard Frandsen dari Swiss. Vestergaard Frandsen sendiri merupakan sebuah perusahaan Eropa berbasis Internasional yang bergerak dibidang kemanusiaan dan mengkhususkan diri dalam tanggap darurat atas permasalahan yang kompleks. Mereka juga membuat produk-produk untuk pengendalian penyakit.
·         Data-data mengenai LifeStraw :
Panjang: 31 cm, Diameter: 30 mm, Price: about $3.00
·         Model-model LifeStraw :
ü  LifeStraw Personal filter minimum 700 liter air, cukup untuk satu orang dan satu tahun.
ü  LifeStraw Family menyaring paling sedikit 18.000 liter air, menyediakan air minum yang aman untuk sebuah keluarga selama lebih dari dua tahun.
Lifestraw menghilangkan 99,9999% bakteri yang menular melalui air, 99,99% virus, dan 99,9% parasit.Penyakit yang dapat dicegah antara lain difteria, kolera dan diare. LifeStraw dapat menyaring hingga 700 liter air sebelum harus diganti.
Jenis-jenis penyakit umum yang dapat dicegah dengan menggunakan LifeStraw®:
·         Kolera
·         Kryptosporidium
·         Clycoporiasis
·         Diare
·         Disentri
·         Gastroentiritis
·         Giardiasis
·         Cacing Guinea
·         Hepatitis E
·         Demam Tifoid




Cara kerja LifeStraw :
Yang pertama adalah filter tekstil dengan diameter pori-porinya kisaran 100 mikron millimeter. Filter pertama ini menyaring partikel besar seperti kotoran dan sedimen. Selanjutnya air akan melalui filter dari bahan poliesteryang memiliki pori lebih kecil, hanya 15 mikron yang mampu menyaring bakteri. Dari sana air akan masuk kedalam filter yang terdiri atas butiran-butiran yang di jenuhkan dengan yodium. Yodium membunuh parasit dan 99,3% bakteri dan virus. Dan akhirnya air akan melewati filter terakhir yang terdiri dari granul karbon aktif. Karbon tak hanya memperbaiki rasa dan bau air namun juga menyaring parasit yang masih lolos dari filter-filter sebelumnya.
Semua proses ini dilakukan hanya dengan menghisap secara reguler, tidak beda jauh ketika menggunakan pipet minuman konvensional sehari-hari.
Inovasi-inovasi yang diberikan oleh LifeStraw sangat mengesankan sehingga disebut sebagai salah satu temuan terbesar di 2005 oleh Time Magazine dan memenangkan Index Award untuk inovasi di bidang desain yang akan secara signifikan memperbaiki hidup manusia.
Biaya yang murah dan imbas langsung yang bisa dimiliki oleh LifeStraw ketika mencapai orang-orang yang membutuhkan akan menjadikan alat ini sebagai alat yang sempurna untuk para kelompok-kelompok amal di dunia.
Dikombinasikan dengan upaya-upaya baru untuk menyediakan sumur dan waduk-waduk bagi masyarakat, LifeStraw bisa memberikan kontribusi langsung yang signifikan bagi krisis air global yang kita hadapi. Dengan mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium yakni mengurangi setengah jumlah orang yang tidak memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum yang aman pada tahun 2015. LifeStraw juga bisa menjadi cara yang jitu untuk mengatasi kebutuhan mendesak akan air oleh para korban bencana alam seperti angin badai, gempa bumi dan lain-lain.
Kesimpulannya teknologi ada yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan dampak baik namun juga ada yang memiliki keduanya. Teknologi pada hakikatnya adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan, dan kenyamanan hidup manusia. Tergantung bagaimana manusia membuat teknologi tersebut, hendaknya selalu mempertimbangkan dampak atau resiko yang mungkin akan terjadi. Alangkah baiknya bila teknologi yang diciptakan memiliki manfaat yang lebih banyak dari pada resiko atau dapak buruk yag ditimbulkan.







0 komentar:

Posting Komentar