Perkenalkan
nama saya Dodi Febriyanto asli dari desa Pare, Kecamatan Pare, Kabupaten
Kediri, radius 30 Km dari Gunung Kelud.
Menurut
legenda gunung kelud terbentuk dari sebuah penghianatan cinta seorang putri
bernama Dewi kilisuci terhadap dua raja sakti Mahesa Suro dan Lembu Suro. Dewi Kilisuci
merupakan putri dari Jenggolo Manik yg terkenal akan kecantikannya ini dilamar
oleh 2 orang raja namun yg melamar bukan dari bangsa manusia karena yang satu
berkepala lembu yaitu raja Lembu Suro dan satunya berkepala kerbau bernama
Mahesa Suro. Untuk menolak lamaran tsb, Dewi
Kilisuci membuat sayembara yg tdk mungkin dikerjakan oleh manusia biasa yaitu
membuat 2 sumur di puncak Gunung Kelud, yg satu harus berbau amis dan yg satu
harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam sebelum ayam berkokok.
Akhirnya
dengan kesaktian dua raja, sayembara tersebut tersanggupi. Namun Dewi Kilisuci
masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan
lagi yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur
tersebut benar-benar berbau amis dan wangi dengan cara mereka masuk kedalam
sumur tersebut. Terperdaya oleh rayuan tersebut, kedua
rajapun masuk kedalam sumur. Lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala
untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah kedua raja tersebut. Tetapi
sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan "Yoh, wong
kediri mbesuk bakal pethuk piwelasku sing makaping kaping yaiku Kediri bakal
dadi kali, Blitar dadi Latar, Tulungagung bakal dadi Kedung". Dari legenda
ini akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan larung sesaji sebagai
tolak bala sumpah dari Lembu Suro. Acara ini digelar setahun sekali pada Bulan
Suro.
Gunung
Kelud (sering
disalahtuliskan menjadi Kelut dalam bahasa Jawa; dalam bahasa
Belanda disebut Klut,Cloot, Kloet,
atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada
di perbatasan antara Kabupaten
Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten
Malang , kira-kira
27 km sebelah timur pusat Kota Kediri.
Sebagaimana Gunung Merapi, Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi
paling aktif di Indonesia.Sejak tahun 1000 M, Kelud telah meletus lebih dari 30
kali, dengan letusan terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI).Letusan terakhir Gunung Kelud terjadi pada
tahun 2014.
Morfologi
Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan
karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng
Eurasia. Sejak sekitar tahun
1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang
jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api
yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan
gunung api ini adalah adanya danau kawah, yang dalam kondisi letusan dapat menghasilkan
aliran lahar letusan dalam jumlah besar, dan membahayakan
penduduk sekitarnya. Letusan freatik tahun 2007 memunculkan kubah lava yang
semakin membesar dan menyumbat permukaan danau, sehingga danau kawah nyaris
sirna, menyisakan genangan kecil seperti kubangan air. Kubah lava ini kemudian
hancur pada letusan besar di awal tahun 2014.
Puncak-puncak
yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan
bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga
kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang
tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak
Gajah mungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di
sisi selatan.
Catatan aktivitas
Gunung Kelud
Gunung Kelud 1901
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000
jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa.Sebuah sistem
untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926
dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir
lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada
abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951 (31
Agustus), 1966 (26 April), dan 1990 (10 Februari-13 Maret). Pola ini membawa
para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki
abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007 dan 13-14 Februari 2014.
Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah
gunung. Hampir semua erupsi yang tercatat ini berlangsung singkat (2 hari atau
kurang) dan bertipe eksplosif (VEI maks. 4), kecuali letusan 1990 dan 2007.
Letusan 1901
Malam
hari antara 22 dan 23 Mei 1901 terjadi letusan besar berulang-ulang, dan
meningkat pada pukul 03.00 dini hari. Suara letusan dilaporkan terdengar dari
Pekalongan dan hujan abu mencapai Bogor. Embusan awan panas dilaporkan mencapai Kediri.
Banyaknya korban jiwa diperkirakan cukup banyak, namun tidak ada catatan.
Letusan 1919
Letusan
Gunung Kelud tahun 1919 tercatat dalam laporan Carl Wilhelm Wormser
(1876-1946), pejabat Pengadilan Landraad di Tulung Agung (masa kolonial
Belanda), yang menjadi saksi mata bencana alam tersebut.
"Pada 20 Mei 1919 siang, tiba-tiba langit gelap.
Hilangnya matahari membuat semua yang hidup menjadi takut dan gentar. Hujan abu
dan batu yang turun. Para penduduk desa di lereng gunung berusaha menyelamatkan
apapun yang dapat diselamatkan: harta dan jiwa dan hewan peliharaan. Semuanya
berlarian menghindari kekerasan alam. Lari! Lari kemanakah dirimu? Bernafas
semakin sulit. Udara semakin mencekik semua yang bernafas. Bunyi desiran
semakin dekat dan kuat. Aliran lahar menghancurkan semuanya dan mengganggu
jalan keluar untuk manusia. Bangunan dan pepohonan besar patah menjadi
kecil-kecil bak korek api. Kawah memuntahkan lahar dan abu dan disertai awan
gas beracun. Hutan, tanah dan sawah terselimuti kain berwarna abu-abu. Belasan
desa raib dari peta bumi. Ribuan korban jiwa terkubur hidup-hidup".
Letusan
1919 ini termasuk di antara yang paling mematikan karena menelan korban 5.160
jiwa, merusak sampai 15.000 ha lahan produktif karena aliran lahar mencapai
38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung penahan lahar pada
tahun 1905. Selain itu, Hugo Cool, seorang ahli pertambangan, pada tahun 1907 juga ditugaskan melakukan penggalian
saluran melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan
air 4,3 juta meter kubik.
Karena
letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau
kawah, dan selesai pada tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh
terowongan.
Letusan 1951
Pada
tanggal 31 Agustus 1951, pukul 06.15/06.30, Gunung Kelud kembali meletus
(erupsi) secara eksplosif. Akibat letusan besar ini, sejumlah kota di Pulau
Jawa terkena hujan abu, termasuk Yogyakarta dan Surakarta dan mencapai Bandung. Suasana gelap melanda kota-kota terdampak,
menyebabkan sekolah harus meliburkan siswa-siswanya dan jawatan-jawatan
berhenti beraktivitas.
Letusan
1951 adalah yang pertama kali terjadi setelah pembuatan terowongan-terowongan
pembuangan air kawah selesai dibangun. Van Ijzendoorn, Kartograf Kepala Badan Geologi, menyimpulkan bahwa sistem saluran ini sangat
membantu mengurangi dampak kerugian akibat letusan.
Tujuh
orang tewas akibat letusan ini, tiga di antaranya petugas pengamat gunung api.
Selain itu, 157 orang terluka. Akibat letusan ini pula, dasar danau kawau
menurun sehingga volume air meningkat menjadi 50 juta meter kubik.
Letusan 1966
Letusan
besar terjadi pada tanggal 26 April 1966 pukul 20.15. Sekitar 210 lebih orang
tewas akibat letusan ini. Sistem terowongan rusak berat, sehingga dibuatlah
terowongan baru 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai
tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi
mempertahankan volume danau kawah agar stabil pada angka 2,5 juta meter kubik.
Letusan 1990
Letusan
1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990.
Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material
vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11
sungai yang berhulu di gunung itu.
Letusan
ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses
normalisasi baru selesai pada tahun 1994.
Letusan 2007
Letusan
pada tahun 2007 dianggap "menyimpang" dari perilaku dasar Kelud
karena letusan bertipe freatik (leleran dengan letusan-letusan kecil) bukan
eksplosif sebagaimana letusan-letusan sebelumnya. Selain itu, letusan ini
menghasilkan suatu sumbat lava berbentuk kubah yang menyebabkan
"hilang"nya danau kawah.
Aktivitas
gunung ini meningkat pada akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga
November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu airdanau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna
danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas"
(tertinggi) dikeluarkan olehPusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi sejak
16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung
(lebih kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus
mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah
sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober
2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik
dangkal. Pada tanggal 3 November 2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau
melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40
derajat Celsius, sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa
tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas
harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat
aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan
munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5
November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m. Para
ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan
tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava
sisa letusan tahun 1990.
Sejak
peristiwa tersebut aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada
tanggal 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi
"siaga" (tingkat 3).
Danau
kawah Gunung Kelud praktis "hilang" karena kemunculan kubah lava yang
berdiameter 469 m dan volume sebesar 16,2 juta meter kubik. Yang tersisa hanyalah
kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava.
Letusan 2014
Letusan
Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat dari pada tahun 1990 meskipun hanya
berlangsung tidak lebih dari pada dua hari dan memakan 4 korban jiwa akibat peristiwa
ikutan, bukan akibat langsung letusan
Peningkatan
aktivitas sudah dideteksi di akhir tahun 2013. Namun, situasi kembali tenang.
Baru kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak
tanggal 2 Februari 2014
Pada
10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian
pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas
(Level IV), sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari
manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua jam, pada pukul 22.50 telah terjadi
letusan pertama tipe ledakan (eksplosif). Erupsi tipe eksplosif seperti pada
tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma)
menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan
Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif
ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang
tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi
dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG).Suara ledakan
dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta ( berjarak 200 km dari pusat letusan),
bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
Dampak
berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga
telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati hampir seluruh
wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat, melebihi abu vulkanik
dari Merapi pada tahun 2010. Ketebalan abu vulkanik di
kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2
centimeter.Dampak abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan
sudah mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa
Barat.Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan
bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu vulkanik dari
letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan
sangat pelan.
Hujan
abu dari letusan melumpuhkan Jawa.Tujuh bandara di Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Malang, Semarang, Cilacap dan Bandung, ditutup kerugian keuangan dari
penutupan bandara yang dinilai mencapai miliaran rupiah, termasuk sekitar 2
miliar rupiah di Bandara Internasional Juanda di Surabaya.Kerusakan yang
signifikan disebabkan untuk berbagai manufaktur dan industri pertanian. Akibat
hujan abu, perusahaan seperti Unilever Indonesia mengalami kesulitan mendistribusikan produk
mereka di seluruh daerah yang terdampak. Kebun apel di Batu, Jawa Timur, membukukan kerugian hingga Rp 17,8
miliar, sedangkan industri susu di provinsi ini membukukan kerugian tinggi.
Kondisi
gunung setelah letusan satu malam tersebut berangsur tenang dan pada tanggal 20
Februari 2014 status aktivitas diturunkan dari Awas menjadi Siaga (level III)
oleh PVMBG. Selanjutnya pada tanggal 28 Februari 2014 status kembali turun
menjadi Waspada (Level II). Akibat letusan ini, kubah yang menyumbat jalur
keluarnya lava hancur dan Kelud memiliki kawah kering. Dimungkinkan terbentuk
danau kawah kembali setelah beberapa tahun.
Pada
awal Maret sebagian besar dari 12.304 bangunan hancur atau rusak selama letusan
telah diperbaiki, dengan perkiraan biaya sebesar Rp 55 miliar.
Gunung
Kelud 2012. Kubah lava 2007 tampak ditengah, dengan latar belakang Puncak
Kelud. Di sebelah kiri adalah bagian dari Puncak Gajah Mungkur.
Menuju
kawasan puncak Gunung Kelud sejak tahun 2004 hubungan jalan darat telah
diperbaiki untuk mempermudah para wisatawan serta penduduk. Gunung Kelud telah
menjadi objek wisata Kabupaten
Kediri dengan atraksi
utama adalah kubah lava. Di puncak Gajah mungkur dibangun gardu pandang dengan tangga terbuat dari semen. Pada malam akhir pekan, kubah lava diberi penerangan
lampu berwarna-warni. Selain itu, telah disediakan pula jalur panjat tebing di puncak Sumbing, pemandian air panas,
serta flying fox.
Penulis: Dodi Febriyanto 2012
0 komentar:
Posting Komentar